little star

little star

Kamis, 11 November 2010

Sedikit Obat untuk Bersemangat dalam Perjuangan

Bismillah...

Anda sering menunda-nunda shalat wajib lewat daripada waktu keutamaannya? Dan Anda malas untuk berjamaah di masjid? Jarang membaca al-Qur'an dan tidak bersemangat dalam dakwah Islam? Merasa disorientasi dalam aktivitas sehari-hari dan merasa seolah-olah 24 jam hari ini terbuang dengan percuma?, jika salah satu pertanyaan ini Anda jawab "ya" berarti Anda bisa jadi kemungkinan besar mengidap sindrom futur. Iman itu naik dan turun katanya, mungkin inilah yang menyebabkan seringkali kita mengalami saat-saat dimana kita merasa down, merasa useless dan merasa lesu.

Adakalanya pula kita merasa sangat semangat dan bahagia, dan mampu menyelesaikan semua hal yang perlu diselesaikan. Betul, (pengaruh) keimanan memang naik dan turun, tetapi trend-nya harus dijaga agar tetap naik. Futur adalah penyakit yang memang pasti akan menyerang seseorang yang tingkat keimanannya tinggi, bukan untuk menjatuhkannya, tapi untuk memperkuat dan membawa keimanannya ke level yang lebih tinggi. Kira-kira grafiknya tingkat keimanan seperti ini :

Pertanyaannya adalah, bagaimana jika kita berada dalam keadaan futur, lalu ingin menaikkan tingkat keimanan kita kembali supaya kita menjadi bergairah kembali di dalam keislaman dan dakwah kita? setidaknya ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan keimanan kita.

1. Salah satu penyebab dominan futurnya seseorang dalam perjuangan Islam adalah karena dia tidak benar-benar memahami dan menyadari tujuan aktivitasnya. Seseorang yang mengetahui dengan pasti tujuannya dan urgensi daripadanya pasti akan selalu bersemangat dalam meraih apa yang menjadi tujuannya. Berbeda dengan seseorang yang hanya ikut-ikutan tanpa mengetahui jelas tujuan apa yang akan dia wujudkan, maka orang seperti ini pasti akan mudah mengalami futur. Oleh karena itu, kita benar-benar harus menggambarkan dengan jelas apa yang menjadi tujuan aktivitas kita, memahami urgensinya dengan sungguh-sungguh, insya Allah semangat kita pun akan mengalir. Contoh, seorang laki-laki yang telah menikah dan mempunyai anak tidak punya waktu untuk futur dalam bekerja apabila dia sadar dan paham bahwa aktivitas kerja itu adalah yang menjamin istri dan anak-anaknya tetap hidup dan meraih cita-cita mereka. Maka sayangnya dan cintanya kepada anak dan istrinya membawa dia untuk bekerja keras, siang-malam karena dia mengetahui secara pasti tujuan aktivitasnya.

2. Baca al-Qur'an dan as-Sunnah serta terjemahannya, ayat apa saja yang penting kita memahami isinya, bila perlu bukalah tafsirnya. Qalbu yang tidak diisi dengan al-Qur'an laksana rumah yang bobrok, maka bacalah al-Qur'an dan fahami maknanya. Saya pribadi mempunyai ayat-ayat dan hadits yang selalu saya baca manakala saya merasa futur, tidak berarti yang lain tidak penting, tetapi tujuannya adalah mengingatkan kita akan perjuangan kita. Misal, saya selalu membaca surat an-Nuur 55, at-Taubah 111 dan ash-Shaff 10-11.

3. Bacalah sirah nabawiyah ataupun hayatu shahabat dan kisah-kisah para pejuang-pejuang di dalam Islam. Gambarkan dalam benak Anda bagaimana mereka berjuang dengan seluruh harta bahkan nyawa mereka hanya untuk kemuliaan Allah dan rasul-Nya. Setelah membaca, coba kita adakan komunikasi internal dan perenungan qalbu. Cobalah bandingkan pengorbanan mereka dan izzah mereka sebagai seorang muslim. Bahwa mereka menginginkan surga yang sama seperti yang kita inginkan, dan ternyata aktivitas kita tidak dapat dibandingkan dengan aktivitas mereka, padahal keinginannya sama-sama surga.

4. Kunjungi dan mintalah nasehat kepada orang-orang yang Anda anggap mampu untuk memberikan semangat dan nasehat kepada Anda. Ketika saya masih kuliah, dan mengalami futur ataupun disorientasi hidup, maka biasanya saya menelpon atau mengunjungi ustadz-ustadz saya untuk hanya ngobrol barang sesaat dan bercengkerama, menanyakan kabar mereka dan terkadang saya meminta nasehat secara langsung. Jiwa selalu perlu re-charge, kunjungilah dan mintalah nasehat pada mereka yang punya tegangan cukup untuk men-charge Anda. Selain itu kita juga dapat mengunjungi kajian-kajian Islam, training-training, dan acara-acara Islam lainnya yang juga dapat kita manfaatkan untuk meningkatkan lagi keimanan kita.

5. Bila memungkinkan, ambillah waktu sejenak untuk beristirahat dan menenangkan diri. Tidak perlu waktu khusus untuk berlibur ataupun cuti, karena perjuangan Islam tidak mengenal cuti dan libur. Tetapi bisa dengan hal yang sederhana, misalnya dengan melakukan hal yang kita sukai dirumah atau bertafakkur alam. Setelah pikiran kita tenang, maka buatlah resolusi Anda dengan menuliskan apa yang Anda inginkan sebagai perubahan.

6. Bila semua cara diatas tidak membantu. Ada cara terakhir yang bisa dilakukan: Paksakan saja!. Terkadang kita perlu menjerumuskan diri kedalam lubang kebaikan. Tidak ada cara lain yang lebih bagus daripada "paksakan saja", ketika kita sedang futur. Just-do-it, itu kuncinya. Bila sedang malas shalat berjamaah maka paksakan saja, bila malas berdakwah, maka paksakan dengan cara minta amanah untuk dikerjakan. Jerumuskan diri Anda pada tempat yang Anda terpaksa harus berbuat baik. Karena paksaan awalnya memang terkadang perlu sebelum Anda enjoy dengan aktivitas itu.

Pengamatan yang saya lakukan memberikan saya suatu kesimpulan, bahwa seseorang dengan tanggungjawab dan amanah yang semakin besar justru lebih sedikit futurnya daripada seseorang dengan amanah yang sedikit. Jadi jerumuskan diri Anda dalam amanah. Bisa dengan menjadi ketua organisasi, wakil ketua, sekretaris, bendahara, kepala departemen, ataupun apa saja yang akhirnya menuntut kita untuk banyak beraktivitas.

Oleh : Felix Siauw - Islamic Inspirator

kisah kopi, wortel dan telur inspiratif banget....

Bismillah...

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?”
"Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras.

Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. 
Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?”
Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi ‘kesulitan’ yang sama, melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.

“Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?” Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.”

“Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?.”

“Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.”

“Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.”


“Allah tidak akan membebani suatu kaum melainkan sesuai dengan kesanggpannya” (2:286)

Sungguh, sebenarnya setiap ujian yang Allah berikan semata-mata karena kasih sayangNya pada kita sebagai umat yang diciptakan begitu istimewa olehNya, bagi yang hatinya tidak bebal dan mampu melihat segala kebaikan Tuhannya, husnudzan pada Tuhannya, pada segala ketetapnNya.

Sungguh, jika kita mau sedikit merenung, bahwasanya segala hal yang terjadi dalam hidup kita adalah sebuah proses pembelajaran, saya yakin semua sudah tahu akan hal itu. Namun apakah tahu saja cukup? Coba pahami. 

Yaa... sebuah pembelajaran untuk mendapatkan banyak hal kebaikan dalam hidup. Segala ujian yang terasa berat dirasakan, segala bentuk amanah yang terasa menyesakkan, bahkan terasa berat di pikul, semata-mata hanya sebuah proses pembentukan pribadi sempurna. Sebuah proses untuk mendapatkan pribadi yang sesuai dengan hakikat penciptaan raga ini, pribadi yang istimewa. 


Masalah datang tanpa memilih, kepada yang memohon agar terhindar dari masalah, dan kepada orang yang tak sadar...bahwa perilakunya mengundang masalah.

Sesungguhnya,
Masalah adalah rahmat yang tidak kita sukai,
agar kita meninggalkan yang kita sukai tetapi yang tidak baik bagi kita,agar kita menjadikannya batu pijakan menuju kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecemerlangan di tempat-tempat yang tinggi.
Mario Teguh


Maka, sahabat, bersyukurlah dengan penat yang kau rasakan, bersyukurlah dengan berat pikulan amanah yang kau tanggung, bersyukurlah dengan tangis yang selalu ingin menyeruak keluar, bersyukurlah dengan hidup yang berjalan monoton, bersyukurlah akan hidup yang telah Allah gariskan, karena yakinlah di balik itu semua Allah telah menyiapkan sejuta kemudahan untuk menjalaninya, bagi yang dapat melihat segala keMahaPemurahan Allah.

“maka nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang akan kau dustakan?”

Wallahualam Bishawab... 

sesaat sebelum ke Baleendah


16  september 2010

Balai Pengobatan Baleendah.

Alhamdulillah, diberi kesempatan untuk turun menjadi relawan, kali ini daerah baleendah yang terendam banjir. Hufth... ternyata ribet ya nentuin orang. Ganti personil, masukin si A, ganti si B, rolling sama si C. Hehe. Tapi alhamdulillah beres, mudah-mudahan ini tim terbaik menurutNya.
Ingat? Aku pernah cerita tahun waktu pertama kalinya turun sebagai relawan ke daerah pangalengan yang kena gempa? Ini impianku.

Jujur, aku senang melakukannya. Senang bisa berbagi walau hanya berbagi tenaga (kalau materi mah belum sanggup, hee :P). Senang melihat mereka bisa sedikit tersenyum (setidaknya mereka nggak harus mengutuk terus pemerintah yang lambat memberikan bantuan). Hmm... penasaran, gimana ya daerah banjir? Blum pernah ngeliat langsung daerah yg kena banjir secara langsung (paling banjir2an yang semata kaki doang, heu). 

Kata Bang Yan, Bang Linda,  ma Edi yang udah survey kemaren, SERUUUU.. bisa maen2 aer (kotor!) pake perahu karet, perahu kayu juga ada. Hihihii.. yaa itung-itung refreshing sih.

Sapa bilang jadi relawan cape? Ada yang bilang jadi relawan itu rugi, nggak dibayar sih.. (mana ada relawan dibayar???) sebenernya, jadi relawan bagiku adalah sesuatu yang luar bisa, membanggakan, sebuah prestasi sendiri. Aku belajar mengasah empatiku, mengasah kepedulian. Dan jauh dari itu dengan kita punya niat untuk berbagi, sebuah kepuasan sendiri ketika berhasil melihat senyum para pengungsi. Dapat menghibur mereka. Aah.. sulit diungapkan. Hehe. Dan itu semua nggak sanggup dibayar pake apapun. Cape iya. Tapi apa masih kerasa cape kalau kepuasan yang tak terbayar itu dapat kita rasakan? Dijamin ketagihan deh.. :P

12 November 2010

beberapa hari setelah terjadi Bencana di Merapi dan Mentawai.
Sungguh,, keinginan yang menggebu-gebu untuk bisa berangkat ke dua tempat itu (termasuk Wasior yang lebih dulu..). setiap kali melihat berita di televisi, mirisss.... pengen bisa liat langsung.. pengen bisa menghibur langsung...
sampai ketika Bang Linda nawarin berangkat, berasa bahwa ya Allah,, akhirnya kesempatan itu datang... namun, Allah berkehendak lain. Ayah yang sedang dalam keadaan sakit, dan melihat keadaan Merapi yang semakin tidak stabil, membuat Ayah mencabut izin yang sebelumnya diberikan. hh,,, bukan rezeki.
dan sampai detik ini... keinginan itu masih tertancap kuat. masih kuat. masih akan tetap dipeluk sampai Allah memperkenankan saya berangkat dan dapat berbagi seperti mimpi saya sebelumnya... ^_^

*