little star

little star

Senin, 11 Oktober 2010

Dua Pemahat

Sebuah kisah sederhana yang diambil dari sebuah novel ‘Tere Liye: Rembulan Tenggelam di Wajahmu’. Semoga bermanfaat.
Bismillah....

 Dulu pernah hidup dua pemahat hebat. Mereka terkenal hingga diundang raja berlomba di istananya. Mereka diberikan sebuah ruangan besar dengan tembok-tembok batu bersebrangan. Persis di tengah ruangan dibentangkan tirai kain. Sempurna membatasi, memisahkan sehingga pemahat yang satu tidak bisa melihat yang lain. Mereka diberikan waktu seminggu untuk membuat pahatan yangn paling indah yang bisa mereka lakukan di tembok batu masing-masing.

Pemahat pertama memutuskan menggunakan seluhur pahat, alat-alat dan berbagai peralatan lainnya yang bisa dipergunakan untuk membuat pahatan indah di tembok batunya. Dia juga cat-cat warna, hiasan-hiasan, dan segalanya. Orang itu memahat berhari-hari, tidak mengenal lelah, hingga akhirnya menghasilkan sebuah pahatan yanng luar biasa indah. Siapapun yang melihatnya sungguh tak akan bisa membantah betapa indahnya pahatan itu.

Tirai kemudian dibuka, tercenganglah pemahat pertama. Meski dia sudah bekerja keras siang-malam, persis di hadapannya, pemahat kedua ternyata juga berhasil memahat dinding lebih indah darinya. Berkilau indah. Berdesir si pemahat pertama. Berseru kepada Raja, dia akan menambah elok pahatannya. Berikan dia waktu. Dia akan mengalahkan pemahat yang kedua. Maka tirai ditutup lagi. Tanpa henti pemahat pertama mempercantik dinding bagiannya berhari-hari. Hingga dia merasa saingannya tidak akan bisa membuat yang lebih indah dibandingkan miliknya.
Tirai dibuka untuk kedua kalinya. Apa yang dilihat pemahat pertama? Sungguh dia terkesiap. Ternganga. Dinding di seberangnya lebih elok memesona. Dia berdesir tidak puas. Berteriak meminta waktu tambahan lagi. Begitu saja seterusnya, hingga berkali-kali. Pemahat pertama terus meminta waktu tambahan, dan dia selalu saja merasa dinding batu miliknya kalah indah dibanding pemahat kedua.

Tahukah? Pemahat kedua sejatinya tidak melakukan apapun terhadap dinding batunya. Dia hanya menghaluskan dinding itu secemerlang mungkin, membuat dinding itu berkilau bagai cermin. Hanya itu. Sehingga setiap tirai dibuka, dia sempurna hanya memantulkan hasil pahatan pemahat pertama.
...

Itulah beda antara orang-orang yang keterlaluan mencintai dunia dengan orang yang bijak menyikapi hidupnya. Orang-orang yang terus merasa hidupnya kurang maka ia tidak berbada dengan pemahat pertama, tidak akan pernah merasa puas. Tapi orang-orang yang bijak, orang-orang yang berhasil menghaluskan hatinya secemerlang mungkin, membuat hatinya bagi cermin, maka dia bisa merasakan melebihi orang-orang terkaya sekali pun.

begitulah hidup. bgaimanapun skenarionya, manusia terkadang selalu ingin skenario itu menurut dirinya saja. kenapa  selalu diberi ujian tanpa henti? kenapa orang berkecukupan selalu diberi kemudahan di setiap usahanya? kenapa orang kaya selalu dimuluskan jalannya? dan banyak kata 'kenapa' lainnya.
ketahuilah, semua itu terjawab ketika kita selalu merasa cukup dengan semua skenario Tuhan. karena hidup adalah sebuah perjalanan 'sebab-akibat'.

Kuncinya *MERASA CUKUP-IKHLAS-SENANTIASA BERSYUKUR

-semoga bermanfaat-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar