little star

little star

Senin, 11 Oktober 2010

Jilbab Pertamaku


Kepikiran nulis ini sebenarnya udah lama. Tiap kali ada temen yang nanya, “kapan pake jilbab?” sejak itu pula saya cerita panjang lebar. Dan mulai kepikiran, “ditulis aahhh...” hehehe. Dan ada satu moment di International Heejab Solidarity Day yang mulai kepikiran untuk mulai menyempurnakan apa yang saya kenakan sekarang. Semoga bisa diambil hikmahnya.
Bismillah...
Sedari kecil jilbab bukan sesuatu yang asing bagi saya. Kakak perempuan saya telah memperkenalkan jilbab sejak saya masih kecil. Langsung memperkenalkan jilbab yang menghulur ke dada. Dari kecil saya senang baca, dan sejak kecil pula saya sudah langganan baca majalah Annida dan majalah Ummi punya si teteh. Saya sudah tahu bahwa sebagai perempuan, kita wajib untuk menutup aurat kita. Namun hanya sekedar tahu! Sejak SMP keinginan untuk berjilbab sudah ada. Namun, kembali mengutip kata-kata yang sering diungkapkan sebagian besar wanita: belum siap ah. 
Pernah ada kejadian, dan ini cukup sering. Setiap saya pulang sekolah (sewaktu SMP), di belokan sebelum jalan raya banyak anak2 cowok yang nongkrong2 nggak jelas. Dan nyebelinnya mereka selalu ‘suit suit’ gitu, yaa kasarnya ngegodain cewek2 yang lewat termasuk saya. Sungguh saya geram banget. Pengen deh nimpuk tuh orang pake sepatu. Saya kalau digituin seolah2 saya ni telanjang. Maluu banget. Apanya sih yang mereka lihat sampai tega suit suit saya??? *lho...
Sampai akhirnya saya memutuskan nanti SMA saya mau pake kerudung.  Hh,, masih pake kata ‘nanti’. Dan begitulah ketika SMA saya mulai mengenakan kerudung. Tapi... masih ada tapinya, sewaktu awal saya memakai kerudung hanya yang penting baju panjang, rambut nggak keliatan (nggak peduli tuh kerudung terawang).Dan karena saya memang tomboi, nggak biasa pake rok sekolah yang panjang dan ‘nyepan’ alhasil ribet tiap kali jalan yang akhirnya membuat saya harus mengangkat rok saya setiap kali jalan. Dan kalau gerah, tuh lengan panjang saya linting sebatas sikut. Hh... *Gara-gara saya sering liat temen2 yang pake krudung juga gitu kok.
Namun Allah Maha Sayang. Allah ngajak saya untuk memperbaiki semuanya perlahan-lahan lewat sebuah perasaan nggak nyaman. Yap. Saya nggak nyaman dengan harus mengangkat rok tiap kali jalan (tapi kalau nggak diangkat jalannya kesandung-sandung). Saya nggak nyaman lengan saya keliatan orang (pake kerudung ko lengannya keliatan). Saya nggak nyaman ngeliat sebagian rambut saya yang masih terlihat di balik kerudung putih yang saya pakai kalau bercermin. Saya nggak nyaman! Dan Allah memberikan pelajarannya lewat teman-teman DKM di sekolah. Allah memberi saya perasaan ‘mupeng’ setiap ngeliat teteh2 DKM yang kerudungnya lebar-lebar. Yang jalannya meski nggak ngangkat rok, tetap nggak kesandung, tapi nggak terkesan lamban juga. Yang meski udara panas, terlihat tetep adem meski lengan bajunya nggak akan pernah dilinting. Rasanya rindu untuk bisa seperti itu.
Yaa.. namanya iman naik turun, saya hanya berikrar dalam hati: suatu hari nanti saya mau juga kaya gitu, ya Allah. Untuk sementara sambil latihan, saya belajar jalan tanpa rok diangkat. Seminggu masih sering lupa. Dua minggu lumayan terbiasa. Tiga minggu, belahan rok kiri-kanan hampir setiap hari robek beberapa senti karena tetap jalan grasa-grusu saya nggak berubah J. Saya belajar pake kerudung double kalau emang kerudungnya terawang. Atau nggak, pake kerudung kain yg nggak terawang ajah biar aman. Awalnya sulit, karena amat sangat tidak terbiasa, tapi pelan-pelan bisa kok.  Sambil belajar pelan-pelan saya imbangi juga dengan ikut kajian atau mentoring-mentoring dan ikut DKM. Bukan apa-apa. Setidaknya di komunitas itu ada sahabat yang bisa mengingatkan kala khilaf. Ada sahabat yang menguatkan kala lemah.
Walaupun untuk membiasakan diri pake rok di bukan hari sekolah saja masih susah buat saya yang nggak punya persedian rok banyak, hehehe. Waktu SMA saya ikut PMR yang setiap kali saya latihan mengubah saya jadi agak sedikit macho dengan kaos dan celana PDL (yang sejak saat itu koleksi PDL saya lebih banyak dibandingkan rok dan celana jeans). Bahkan karena jadwal rapat DKM, mentoring dan latihan PMR sering di hari yang sama, biar nggak repot saya langsung pake PDL dari rumah. Jadi nanti tinggal loncat-loncat antara rapat DKM/mentoring dan latihan PMR. Badungnya alias nggak mau diamnya alias nggak kalemnya masih nggak ketulungan.. hehehe.
Saya ingat, dulu ada salah satu teman sekelas yang tanya, “Siti nanti kalau kuliah kerudungnya mau makin panjang kaya si B?” waktu itu masa-masa sibuk ngurusin UAN dan mikir buat kuliah. Hmm... bingung. Saya ingat waktu dulu pernah ingin bisa menjadi seperti beliau. Namun untuk langsung berubah sekaligus pun saya masih ragu. Masih sayang untuk meninggalkan jeans-jeans saya, :P. Sama seperti dulu-dulu, alasannya masih tetap sama. Belum siap euy!
Sampai akhirnya Allah ngasih sebuah rencana yang tak pernah diduga sebelumnya. Saya lulus SPMB di sebuah universitas negeri di Bandung di sebuah fakultas kesehatan yang mewajibkan mahasiswinya mengenakan rok atau celana bahan+kemeja/kaos berkerah di setiap hari kuliahnya. Alias kalau kuliah nggak boleh pake jeans sama kaos T-Shirt yang padahal keduanya jadi penghuni terbesar lemari saya.
Perlahan, karena saya lebih sering aktivitas ‘ngampus’nya dibandingkan mainnya yang artinya lebih sering pake roknya dibanding pake jeansnya, celana kesayangan itu perlahan menipis. Sampai pada akhirnya habis tak berbekas (hobi ibu yang baru, ngasihin jenas-jeans aku yang katanya “kan udah nggak dipake,”). Yang saya pun akhirnya males beli celana jeans karena mikir pasti jarang dipake (kompensasinya saya banyakin rok jeans, hehehe *yang ujung2nya juga suka bingung kalau ada acara formal... J).
Yaa, perlahan tapi pasti Allah menuntun saya. Menguji saya dengan berbagai trend. Menguji saya dengan banyaaak hal kecil namun kembali Allah ajak saya melihat dengan perasaan nggak nyaman saya ketika hal kecil itu saya ikuti. Allah mengajak saya melihat betapa inginnya saya tampil seanggun muslimah lain. Betapa rindunya saya dengan saat ‘siap’ itu. Betapa saya merasa rindu ukhuwah yang berdasarkan cinta padaNya.
Dan saya akhirnya menemukan semua jawaban mengapa begitu lama saya ‘siap’. Justru karena saya tidak meniatkan apa yang saya lakukan ini karena Allah. Saya tidak benar-benar maniatkan ketika berjilbab semata-mata karena Allah. Saya tidak meniatkan ketika ingin bisa sempurna berhijab semata-mata karena Allah. Sampai Allah memberikan penyadaran itu lewat kedua oarang tua saya (yang sekali lagi tanpa pernah saya sadari betapa sering mereka mengulang-ulangnya).
Pernah saya berkata pada suatu kesempatan,” Ayah, doain ya. Tita cepet lulus, cepet dapet kerja, cepet ngehasilin uang, terus Ayah sama Ibu nggak usah pusing lagi mikirin biaya ini itu,” Dan apa jawaban Ayah kala itu.
“Amin. Tapi Ayah mah nggak pengen itu. Belum tentu Ayah bisa nyaksiin Tita sukses dunia. Umur Ayah kan nggak ada yang tahu. Ayah mah cuma pengen anak-anak Ayah jadi anak soleh/sholehah. Udah itu, cuma satu. Amal yang nggak akan pernah putus sampe kita meninggal kan salah satunya anak yg sholeh/sholehah. Cuma itu yang bisa buat Ayah bangga,”
Deg! Sering sekali Ayah bicara seperti itu. Dan baru kali ini saya benar-benar  merasa tertampar. Allah langsung menyentil hati saya. Menyentil perasaan saya. Memberikan setitik kesadaran. Dan sejak itu, “Saksikan ya Allah, Atas NamaMu dan KarenaMu, saya ingin menjadi anak sholehah, salah satu putri sholehah kebanggaan ibu dan ayah, semata-mata karena cintaku pada mereka karenaMU.”
Terlalu lama memang penyadaran itu datang. Begitu bebal memang, sehingga baru benar-benar tersentil setelah sekian tahun. Namun itulah caraNya yang begitu amat halus. rencanaNya yang amat begitu rapi, langsung mengajarkan saya sesuatu melalui cara yang amat sangat saya sukai.

“mengenakan jilbab bukan semata-semata menutup kepala dan memakai pakaian serba panjang, namun  bagaimana kita mengemas diri kita menjadi berlian seribu karat yang tersimpan dalam kotak kaca yang begitu tebal, agar kesempurnaan kilauannya benar-benar terjaga, agar kesucian kemilaunya tetap terlindungi, semata-mata karena ingin menjadi bidadari-bidadari yang dirindukan surga (insya Allah), semata-mata karena Allah”

Bandung, 10 oktober 2010
Yang masih sedang belajar untuk dicintai Allah ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar